Sesungguhnya manusia yang paling dicintai oleh Allah dan paling dekat tempat duduknya pada hari kiamat adalah pemimpin yang adil, sedangkan manusia paling dibenci oleh Allah dan paling jauh tempat duduknya adalah pemimpin yang zhalim." (H.R At Tirmidzi) Sumber: Jami' At-Tirmidzi No. 1250. 10. Hadits Rasulullah SAW sebagai pemimpin para nabi
Menjadi manusia yang bersih tanpa memiliki dosa sedikit pun mungkin bisa dikatakan mustahil, dan sulit untuk ditemukan, kecuali orang-orang pilihan yang memang Allah kehendaki, atau orang yang memang Allah jaga dari segala perbuatan maksiat dan kesalahan. Selain mereka sebagai makhluk yang oleh Allah diberi nafsu dan akal, melakukan kesalahan seperti hal fitrah yang pasti dilakukan oleh manusia. Mengingat, salah satu kalam populer dalam Islam, yaitu โmanusia adalah tempatnya salah dan dosaโ. Meski, tidak semua manusia melakukan maksiat dengan tujuan melanggar aturan dan menerobos koridor syariat Islam, sebagian dari mereka ada yang melakukan maksiat karena tidak disengaja, meski ada juga yang melakukannya dengan sengaja dan nyata. Semua umat Islam sepakat bahwa tindakan paling dibenci dan tidak diridhai oleh Allah adalah melakukan maksiat dan beberapa kesalahan lainnya. Maksiat dalam pembahasan ini adalah setiap pekerjaan yang tidak sesuai dengan ketentuan syariat Islam, baik dengan cara meninggalkan kewajiban, atau dengan mengerjakan setiap larangan. Atau, bisa juga diartikan setiap pekerjaan yang mampu menghalangi kedekatan seorang hamba dengan Allah swt. Melakukan maksiat atau melanggar syariat Islam tentu memberikan dampak yang sangat buruk bagi umat manusia, dampak itu, misalnya seperti lupa pada kebenaran dan kesalahan. Ia tidak bisa membedakan keduanya. Bahkan ia cenderung lebih dominan melakukan kesalahan. Pernyataan tegas ini sebagaimana disampaikan oleh Syekh Muhammad Muflih Syamsuddin al-Muqdisi wafat 763 H, dalam salah satu kitabnya ุฅููู ุงููุนูุจูุฏู ุฅุฐูุง ุฃูุฐูููุจู ููููุชู ููู ููููุจููู ููููุชูุฉู ุณูููุฏูุงุกู ุซูู
ูู ุฅุฐูุง ุฃูุฐูููุจู ููููุชู ููู ููููุจููู ููููุชูุฉู ุณูููุฏูุงุกู ุญูุชููู ููุจูููู ุฃูุณูููุฏู ู
ูุฑูุจูุฏููุง ููุง ููุนูุฑููู ู
ูุนูุฑููููุง ููููุง ููููููุฑู ู
ูููููุฑูุง. Artinya, โSungguh apabila seorang hamba melakukan dosa, maka akan ditulis dalam hatinya sebuah titik hitam, kemudian jika melakukan dosa kembali maka akan ditulis dalam hatinya sebuah titik hitam, sampai hatinya tersisa menjadi hati hitam selamanya, ia tidak akan mengetahui kebenaran, ia juga tidak akan ingkar pada kemungkaran.โ Syamsuddin al-Muqdisi, al-Adabusy Syarโiyah, [Darul Alam 1999], juz I, halaman 188. Al-Arif billah Imam Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim, atau yang lebih dkenal dengan sebutan Imam Ibnu Athaillah as-Sakandari memberikan penjelasan lebih detail tentang penjelasan di atas. Menurutnya, titik hitam yang Allah tulis dalam hati ketika melakukan dosa bagai pakaian putih yang terkena kotoran hitam. Badan seseorang laksana pakaian putih, sedang kotoran hitam bagai titik hitam tersebut. Jika saat itu langsung dibersihkan dan dicuci, maka dengan gampang kotoran itu dapat dihilangkan. Namun jika ditahan, bahkan tidak pernah mencucinya, maka bukan tidak mungkin baju yang awalnya putih menjadi hitam dan tidak seorang pun yang senang memakainya. Begitu juga dengan manusia, ketika ia melakukan dosa, kemudian membersihkan dosanya dengan bertobat kepada Allah, maka titik hitam dalam hatinya akan dihapus. Namun jika ditahan sampai satu bulan, satu tahun, atau bahkan selamanya, bukan tidak mungkin hatinya akan menjadi hati hitam. Dampaknya akan lupa pada kebenaran, dan semua kehidupannya serba maksiat dan kesalahan. Ibnu Athaillah, Tajul Arus al-Hawi li Tahdzibin Nufus, [Bairut, Darul Kutubil Ilmiah, Lebanon 2015], halaman 31. Dampak dosa yang didapatkan sebab maksiat memang sangat buruk. Bahkan semua yang mereka lakukan adalah tindakan yang menutupi hati mereka. Rohani yang suci sudah dikalahkan oleh nafsu yang buta akan kebenaran. Dalam keadaan seperti ini, dalam Al-Qurโan Allah menegaskan ูููุง ุจููู ุฑูุงูู ุนูููู ูููููุจูููู
ู ู
ูุง ููุงูููุง ููููุณูุจูููู. ูููุง ุฅููููููู
ู ุนููู ุฑูุจููููู
ู ููููู
ูุฆูุฐู ููู
ูุญูุฌููุจูููู. ุซูู
ูู ุฅููููููู
ู ููุตูุงููู ุงููุฌูุญููู
ู Artinya, โSekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka 14. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari melihat Tuhannya 15. Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka.โ QS Al-Mutaffifin 14-16. Syekh Abdul Hamid wafat 1417 H dalam salah satu tafsirnya mengatakan bahwa banyaknya dosa yang dilakukan seorang hamba, tidak hanya berpengaruh pada dirinya dalam hal ibadah, lebih dari itu juga berpengaruh pada potensinya di masa yang akan datang. Menurutnya, ayat 14 pada surat Al-Mutaffifin di atas menjelaskan tentang dosa yang dilakukan secara terus-menerus, ia tidak memberikan jeda sedikit pun dengan melakukan tobat. Akibatnya, kebiasaan buruk itu akan tertanam dalam hatinya, melekat dalam jiwanya, dan akan menjadi watak, sehingga ia akan terhalang dari manisnya ketaatan.โ Abdul Hamid, ar-Rihabut Tafsir, [Darul Qahirah, Mesir 2010], juz VII, halaman 231. Jika ditelusuri lebih dalam, penyebab timbulnya dosa dari melakukan maksiat adalah tergantung bagaimana umat Islam menjaga hatinya. Jika hatinya terlepas dari berbagai penyakit tercela mazmumah dan penyebab kerusakan hati lainnya, tentu akan sangat berat baginya untuk bisa diajak melakukan maksiat dan ringan melakukan ketaatan. Akan tetapi, jika dalam hatinya ada yang bermasalah, maka bukan tidak mungkin, bahkan rusaknya hati menjadi penyebab paling urgen dalam melakukan dosa. Lantas apa saja penyebab rusaknya hati? Sayyid Ahmad Bilal al-Bustani ar-Rifaโi al-Husaini merekam perkataan Imam Hasan Basri perihal beberapa penyebab rusaknya hati. Dalam kitabnya disebutkan ุงูููู ููุณูุงุฏู ุงููููููุจู ู
ููู ุณูุชููุฉู ุฃูุดูููุงุกู ุฃููููููููุง ููุฐูููุจููููู ุจูุฑูุฌูุงุกู ุงูุชููููุจูุฉูุ ููููุชูุนููููู
ููููู ุงูุนูููู
ู ููููุงููุนูู
ูููููููุ ููุงูุฐูุง ุนูู
ููููุง ููุงููุฎูููุตูููููุ ููููุฃููููููููู ุฑูุฒููู ุงูููู ููููุงููุดูููุฑูููููุ ููููุง ููุฑูุถููููู ุจูููุณูู
ูุฉู ุงููููุ ููููุฏููููููููู ู
ูููุชูุงููู
ู ููููุง ููุนูุชูุจูุฑููููู Artinya, โSungguh rusaknya hati disebabkan enam hal, 1 terus menerus melakukan dosa dengan harapan tobat; 2 belajar ilmu dan tidak mengamalkannya; 3 jika beramal tidak ikhlas; 4 memakan rizki Allah dan tidak bersyukur; 5 tidak ridha dengan pembagian Allah; dan 6 mengubur orang mati dari mereka, namun tidak mengambil pelajaran.โ Ahmad Bilal al-Bustani, Farhatun Nufus, [Bairut, Darul Kutubil Ilmiah, Lebanon 2015], halaman 43. Imam Ibnu Athaillah as-Sakandari menjelaskan lebih detail perihal dampak-dampak dari dosa yang dilakukan seorang hamba, dan bisa disimpulkan menjadi dua bagian; 1 dampak secara nyata dhahir. Misalnya, merusak kesepakatan dengan Allah swt. Artinya, dengan melakukan dosa, seorang hamba sudah menerjang janji yang sudah Allah berikan kepadanya, seperti mengerjakan semua kewajiban-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya. Dampak yang lain seperti akan semakin berani untuk menampakkan pekerjaan-pekerjaan yang diridhai oleh Allah, malas dalam beribadah, hilangnya cahaya hidayah darinya; dan 2 dampak secara batin. Misalnya, menjadikan hati keras, dengan tidak bisa menerima nasihat-nasihat baik, hilangnya rasa manis dari ketaatan, dan jiwanya dikuasai oleh nafsu-nafsu setan, serta akan lupa pada akhirat dengan segala akuntasi yang akan ia hadapi kelak. Menurut Ibnu Athaillah, semua ini akan terjadi pada diri orang-orang yang melakukan maksiat. Seharusnya, tanpa adanya dampak-dampak yang telah disebutkan sekali pun, bahkan hanya sekadar berganti nama, misalnya dari predikat orang yang taat menjadi orang yang hianat, sudah sangat cukup untuk memberikan kesadaran bahwa dosa memang sangat buruk pada diri manusia. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Ibnu Athaillah ูููููู ููู
ู ูููููู ููู ุงูู
ูุนูุตูููุฉู ุงููููุง ุชูุจูุฏูููู ุงููุงูุณูู
ู ููููุงูู ููุงููููุงุ ููุงูููููู ุงูุฐูุง ููููุชู ุทูุงุฆูุนูุง ุชูุณูู
ููู ุจูุงููู
ูุญูุณููู ุงูู
ูููุจูููุ ููุงูุฐูุง ููููุชู ุนูุงุตูููุง ุงูููุชููููู ุงุณูู
ููู ุงูููู ุงูู
ูุณูููุฆู ุงูู
ูุนูุฑูุถู Artinya, โJika seandainya dalam maksiat tidak ada dampak selain perubahan nama, maka hal itu sudah sangat cukup; maka sesungguhnya, jika engkau adalah orang yang taat, dan dinamai orang baik yang menghadap Allah, dan jika engkau bermaksiat, maka namamu berubah menjadi orang jelek yang berpaling.โ Ibnu Athaillah, Tajul Arus al-Hawi li Tahdzibin Nufus, 2015, halaman 44. Jika dengan perubahan nama saja seharusnya memberikan kesadaran bahwa dosa memang sangat buruk bagi diri manusia, lantas bagaimana jika perubahan itu sampai merubah kenyamaan rasa taat menjadi kenyamanan maksiat dan kenyamanan bermunajat berganti menjadi budak syahwat? Ini masih dalam persoalan dampak, lain lagi jika sampai berdampak pada sikap. Jika sikap awalnya adalah orang yang baik muhsin berbalik menjadi orang yang jelek musiโ. Dan semoga oleh Allah selalu dijauhi, jika dengan melakukan dosa bisa berdampak pada hilangnya derajat mulia di sisi Allah menjadi orang yang sangat hina? Oleh karenanya, sebagai umat Islam harus selalu memohon pertolongan kepada Allah, agar dijauhi dari berbagai penyakit-penyakit hati yang bisa menggerogoti keimanan yang telah tertanam dalam hati, juga memohon agar kenyamanan taat tidak hilang dan diganti menjadi kenyamanan maksiat. Derajat yang sudah diraih di sisi Allah tidak sampai diturunkan, minimal jika tidak bisa berupaya untuk semakin meninggikan derajat di sisi-Nya dengan selalu menambah ketaatan, tidak turun dengan adanya kemaksiatan. Artinya, sebisa mungkin maksiat tidak dilakukan, karena bisa menjadi penyebab hilangnya derajat mulia yang telah diraih di sisi Allah. Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam, Durjan, Kokop, Bangkalan, Jawa Timur.
Danjanganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allรขh (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. [al-Isrรข`/17:33]. Bukan sekedar dosa besar, bahkan membunuh jiwa manusia dengan tanpa haq (tanpa alasan yan dibenarkan syari'at) termasuk dosa-dosa besar yang bisa membinasakan, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahรฎh :
SIAPA di antara kita yang tidak pernah berbuat dosa? Siapa di antara kita yang tidak pernah bersalah terhadap Tuhannya? Dan apakah engkau mengira, kesalahan-kesalahan kita hanya kita sendiri yang melakukannya dan belum pernah dilakukan orang lain? Sama sekali tidak. Sehari pun kita tidak bisa seperti malaikat yang sama sekali tidak pernah berbuat maksiat terhadap Allah dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya. Akan tetapi kita adalah manusia yang sangat mungkin berbuat kesalahan. Setiap hamba Allah yang shalih yang pernah engkau temui, pastilah ia pernah berbuat kesalahan dan dosa. BACA JUGA Benarkah Wudhu Dapat Menggugurkan Dosa? Ibnu Masโud berkata kepada para sahabat yang mengikutinya, โKalau kalian mengetahui dosa-dosaku, tentulah kalian akan melempariku dengan batu,โ Rasulullah bersabda, โJikalau kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan menggantikanmu dengan suatu kaum yang pernah berbuat dosa, hingga mereka memohon ampunan dan Allah mengampuni mereka,โ HR. Muslim. Kita tak akan luput dari kesalahan-kesalahan tersebut bahkan kita tidak bakal terhindar darinya. Karena itu, marilah kita usir setan dengan istighfar yang bersumber dari hati kita atas kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa kita yang telah lalu. BACA JUGA Kebaikan dan Dosa, Mintalah Fatwa pada Hatimu Marilah kita perbaiki taubat kita kepada Allah. Hendaknya taubat kita benar-benar bersumber dari hati yang bersih, hingga sesuai dengan firman Allah, โYa Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi,โ Al-Aโraf 23.[] Sumber Tazkiyyatun Nufus vKn15.